Cyber Law Negara Indonesia:
Munculnya Cyber Law di Indonesia dimulai
sebelum tahun 1999. Fokus utama pada saat itu adalah pada “payung hukum” yang
generic dan sedikit mengenai transaksi elektronik. Pendekatan “payung” ini
dilakukan agar ada sebuah basis yang dapat digunakan oleh undang-undang dan
peraturan lainnya. Namun pada kenyataannya hal ini tidak terlaksana. Untuk hal
yang terkait dengan transaksi elektronik, pengakuan digital signature sama
seperti tanda tangan konvensional merupakan target. Jika digital signature
dapat diakui, maka hal ini akan mempermudah banyak hal seperti electronic
commerce (e-commerce), electronic procurement (e-procurement), dan berbagai
transaksi elektronik lainnya.
Cyber Law digunakan untuk mengatur
berbagai perlindungan hukum atas kegiatan yang memanfaatkan internet sebagai
medianya, baik transaksi maupun pemanfaatan informasinya. Pada Cyber Law ini
juga diatur berbagai macam hukuman bagi kejahatan melalui internet.
Cyber Law atau Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE)
sendiri baru ada di Indonesia dan telah disahkan oleh DPR pada tanggal 25 Maret
2008. UU ITE terdiri dari 13 bab dan 54 pasal yang mengupas secara mendetail
bagaimana aturan hidup di dunia maya dan transaksi yang terjadi di dalamnya.
Perbuatan yang dilarang (cybercrime) dijelaskan pada Bab VII (pasal 27-37),
yaitu:
·
Pasal 27: Asusila, Perjudian, Penghinaan, Pemerasan.
·
Pasal 28: Berita bohong dan Menyesatkan, Berita kebencian dan permusuhan.
·
Pasal 29: Ancaman Kekekrasan dan Menakut-nakuti.
·
Pasal 30: Akses Komputer Pihak Lain Tanpa Izin, Cracking.
·
Pasal 31: Penyadapan, Perubahan, Penghilangan Informasi.
Computer Crime
Act Negara Malaysia
Cybercrime merupakan suatu kegiatan yang
dapat dihukum karena telah menggunakan computer dalam jaringan internet yang
merugikan dan menimbulkan kerusakan pada jaringan computer internet, yaitu
merusak property, masuk tanpa izin, pencurian hak milik intelektual,
pornografi, pemalsuan data, pencurian penggelapan dana masyarakat.
Council of Europe Convention on
Cybercrime (COECCC)
Merupakan salah satu contoh organisasi
internasional yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari kejahatan di
dunia maya, dengan mengadopsikan aturan yang tepat dan untuk meningkatkan kerja
sama internasional dalam mewujudkan hal ini.
COCCC telah diselenggarakan pada tanggal 23 November 2001 di kota Budapest,
Hongaria. Konvensi ini telah menyepakati bahwa Convention on Cybercrime
dimasukkan dalam European Treaty Series dengan nomor 185. Konvensi ini akan
berlaku secara efektif setelah diratifikasi oleh minimal lima Negara, termasuk
paling tidak ratifikasi yang dilakukan oleh tiga Negara anggota Council of
Europe. Substansi konvensi mencakup area yang cukup luas, bahkan mengandung
kebijakan criminal yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari cybercrime,
baik melalui undang-undang maupun kerja sama internasional. Konvensi ini
dibentuk dengan pertimbangan-pertimbangan antara lain sebagai berikut:
1.
Bahwa masyarakat internasional menyadari perlunya kerjasama antar Negara
dan Industri dalam memerangi kejahatan cyber dan adanya kebutuhan untuk
melindungi kepentingan yang sah dalam penggunaan dan pengembangan teknologi
informasi.
2.
Konvensi saat ini diperlukan untuk meredam penyalahgunaan sistem, jaringan
dan data komputer untuk melakukan perbuatan kriminal. Hal lain yang diperlukan
adalah adanya kepastian dalam proses penyelidikan dan penuntutan pada tingkat
internasional dan domestik melalui suatu mekanisme kerjasama internasional yang
dapat dipercaya dan cepat.
3.
Saat ini sudah semakin nyata adanya kebutuhan untuk memastikan suatu
kesesuaian antara pelaksanaan penegakan hukum dan hak azasi manusia sejalan
dengan Konvensi Dewan Eropa untuk Perlindungan Hak Azasi Manusia dan Kovenan
Perserikatan Bangsa-Bangsa 1966 tentang Hak Politik Dan sipil yang memberikan
perlindungan kebebasan berpendapat seperti hak berekspresi, yang mencakup
kebebasan untuk mencari, menerima, dan menyebarkan informasi/pendapat
sumber : http://d1maz.blogspot.com/2012/03/perbedaan-cyberlaw-di-negara-negara.html